GG

GG
Follow my Twitter : @lovbie_df

Selasa, 06 Agustus 2013

[FF] Me, Myself, and Time



Cast     : Demi Lovato, Niall Horan “One Direction”
Author : Bie (Bikry Farida)

             Musim telah berganti, aku masih terpuruk dan hatiku sakit karena merindukanmu, tentu saja.
             Kenangan-kenangan itu silih berganti muncul dalam benakku, seperti rekaman yang menampilkan setiap kejadian secara acak. Tapi tiba-tiba berhenti disaat aku pertama kali bertemu denganmu.
* * *
             “Hey, aku sudah memesan meja ini” ucap seorang pria yang berdiri dihadapanku, dia terlihat rapi dengan kemeja yang ia pakai. Aku hanya meliriknya dan mulai bangkit dari tempat dudukku, tidak, bukan untuk meninggalkan meja ini.
             “Sorry, tapi tidak ada yang memberitahuku kalau meja ini sudah dipesan” bantahku dengan cukup tenang. Tak ada bantahan yang keluar dari mulutnya, ia malah mendelik dan terus menatapku
* * *
             Mengingat hal itu, membuat bibirku perlahan mulai tertarik, dan nampaklah senyum yang telah lama tak kutunjukkan pada orang-orang disekitarku.
             Adegan memperebutkan meja itu terus berlanjut walau masih dalam keadaan tenang. Kami tak berteriak-teriak atau saling melotot, kami hanya beradu bantahan untuk mempertahankan meja itu.
             Perlahan kenangan itu mulai memudar dan digantikan oleh kenangan lain, saat aku melihatmu duduk sendiri ditaman. Aku tidak bisa menebak perasaanmu saat itu. Kau menampilkan kemarahan, kesedihan, dan kekecewaan di waktu yang sama.
             Seikat bunga Lily dan sebuah kotak kecil yang ada ditanganmu perlahan merosot. Genggaman tanganmu tak sekuat tadi, dan kedua benda itu pun langsung meluncur ke tanah tanpa ada yang mampu mencegahnya.
* * *
             Kusentuh bahunya dengan lembut, kuharap kemarahan tidak sedang menguasainya saat ini. Perlahan ia menoleh dan menatapku dengan tatapan bingung. Ia hanya mengangkat alisnya tanpa mengalihkan pandangannya dariku. Aku tersenyum, dan ia mulai mengerjapkan kedua matanya.
             “Bukankah kau. . .”
             “Ya, ternyata kau masih mengingatku” jawabku dengan tersenyum.
             “Tentu saja, kau tidak berpikir kalau aku melupakan peristiwa konyol itu kan?” tanyanya sambil terkikik pelan.
             Sejak saat itu kami mulai dekat, kami sering menghabiskan waktu bersama. Bahkan tak ada satu hari pun yang kami lewatkan untuk bertemu, walaupun hanya sekedar menanyakan kabar.
             Sampai suatu hari ia mengajakku makan malam di Restoran Karlz, di meja no.7, dimana kami pernah berebut tempat duduk disana.
“Aku ingin kau menjadi kekasihku” ucapnya dengan tulus, akupun tersenyum dan menyambut uluran tangannya.
* * *
             Saat itu yang ada dipikiranku hanyalah bahwa aku terlahir untuk bertemu denganmu, dan aku mencintaimu sampai mati.
             Kini, kita dibawah langit yang sama, tapi di tempat yang berbeda. Kau bersembunyi karena menganggapku tak cukup baik. Kejam, seperti inikah akhir perjalanan cintaku?
             Mataku masih terpejam, aku terus berusaha membuat otakku memutar kembali memori yang sebenarnya tak ingin aku ingat lagi.
             “Apa kau sudah lama?” mataku masih terpejam, tapi aku bisa merasakan senyum mulai menghiasi wajahku ketika kudengar suara yang telah kurindukan itu.
             “Aku bisa mendengar suaramu, ini sangat nyata” gumamku tanpa mencoba membuka mata.
             Aku merasa keanehan mulai menyelimutiku, tanganku seperti menyentuh sesuatu, terasa hangat. Kehangatan yang selama ini kurindukan, kehangatan yang kuharapkan segera kembali padaku. Perlahan kucoba membuka kedua mataku, kulihat sekelilingku dan aku tersadar aku masih di Karlz dan duduk di tempat biasa.
             “Aku sudah memesan meja ini” suara itu berhasil membuatku terlonjak. Aku baru sadar sedari tadi ada seseorang yang duduk di depanku. Ia terus memperhatikanku, dan. . .masih menggenggam tanganku.
             “Niall” bisikku. Ia pun tersenyum dan masih terus menatapku.
             Hening, itulah yang terjadi selama beberapa menit, sampai akhirnya seseorang memecahkan keheningan diantara kami. Aku mengenalnya, tentu saja, karena ia adalah sahabatku dari kecil, tapi kini kami sedikit menjaga jarak. Sesuatu telah membuatnya mulai menjauhiku.
             “Kau juga disini?” gadis itu bertanya padaku, dengan keramahan palsu, aku tahu itu karena itu nampak sangat nyata.
             “Aku akan pulang” jawabku dengan setenang mungkin. “Thanks, karena kau telah menjelek-jelekkan sahabatmu sendiri” bisikku saat kuberlalu disampingnya. Aku yakin Niall samar-samar mendengarnya, karena ia langsung bertanya pada Selly apa yang baru saja kukatakan.
             Aku terus berjalan menjauhi mereka, menahan butiran-butiran sebening kristal yang siap jatuh membasahi pipiku. Aku tak peduli, entah mereka masih memperhatikanku, ataukah mereka telah sibuk dengan urusan mereka. Yang ada dipikiranku hanyalah menjauh, menjauh dari orang yang kucintai, dan menjauh dari sahabat yang telah mengkhianatiku.
             “Demz” seseorang mencengkeram pergelangan tanganku, aku mengenal suara itu, dan aku tahu siapa orang yang biasa memanggilku dengan nama itu.
             Perlahan aku berbalik, menatap manik matanya yang indah. Aku benar-benar merindukan tatapan itu, sungguh aku merindukannya.
             “Tersenyumlah, aku hanya bisa tersenyum kalau kau juga tersenyum, percayalah kau akan menemukan seseorang yang lebih baik dariku” ia diam dan terus menatapku dengan khawatir. “Kau gadis yang baik, cantik, dan begitu sempurna dimataku. Percayalah bahwa kau akan mendapatkan semua yang kau inginkan”
             “Terima kasih untuk semuanya, tapi tak ada kata yang bisa menghiburku saat ini”
             “Hey, aku tidak berusaha menghiburmu, aku mengatakan yang sebenarnya, dan maaf karena aku pernah membentakmu”
             “Sudahlah, kembalilah pada kekasihmu, kuharap ini adalah sandiwara kesedihan terakhir dalam hidupku” Niall mengerutkan keningnya dan bertanya apa maksud dari ucapanku itu, tapi aku hanya menjawabnya dengan senyuman, dan pergi, benar-benar pergi. Tak ada lagi Niall yang menahanku dan memohon agar aku tetap disisinya.
* * *
             Kurasakan jantungku seakan-akan berhenti berdetak, ketika ingatan itu muncul, saat kau dan aku membeku setelah pertengkaran itu. Pertengkaran yang membuat dadaku terasa sesak.
             “Kau jahat” ucap seseorang dari ambang pintu kamarku. “Teganya kau mengatakan sahabatmu hanya memanfaatkan popularitasmu, dan mengapa kau tega mengkhianatiku?”
             “Niall”
             “Kau bilang kau tidak bisa hadir di konserku karena ada yang harus kau lakukan, dan ternyata yang kau lakukan hanyalah bertemu laki-laki lain” nada suaramu mulai meninggi, dan kemarahan benar-benar menguasaimu.
             “Itu karena aku meminta bantuan pada Nick tentang album baruku”
             “Aku tak mau mendengar alasanmu lagi, aku sudah muak. Kurasa kita harus berhenti sekarang” kau menunduk, dan aku hanya bisa berbalik dan terisak. Tapi ditengah isakanku, aku yakin aku melihatnya, bayangannya nampak di cermin yang ada di depanku.
             Entah mengapa aku tidak memberitahumu saat itu, mengapa aku tak memberitahumu kalau ia telah menampakkan seringainya, ia tampak sangat puas.
             Sungguh, aku benar-benar bodoh, aku tidak memberitahumu dan malah semakin terisak. Wajahku telah memerah berusaha menahan air mata yang semakin memaksa untuk keluar.

             Sekarang aku merasa lebih kuat, aku tidak sakit ataupun kesepian. Bagiku kebahagiaan hanyalah omng kosong. Tapi terkadang aku merasa aku tak bisa menahan sesuatu yang lebih rumit dari ini.
             Biarkanlah aku pergi dari hidupmu, biarkanlah hanya diriku yang merasakan kesedihan ini. Jangan tanya kapan kesedihan ini akan benar-benar berakhir, biarkan waktu yang akan menjawabnya nanti.

--------------------------------------------------------------------------------

                                        Inspired by Big Bang’s song-Blue


Note : Maaf kalo banyak typo. Mohon kritik dan sarannya ya

Via : Flaming Pearls [ http://flamers24.blogspot.com/ ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar