Tumpukan buku di sudut ruangan semakin
berkurang. Pemilik buku-buku itu bahkan tetap tidak menghiraukan ajakan
teman-temannya untuk sekedar mengisi perut atau membasahi kerongkongannya
dengan air dingin sekalipun.
“Jangan biarkan dia semakin tegang” bisik
seorang guru yang sedari tadi memperhatikan Jessica yang tengah mengawasi
kekasihnya.
Jessica hanya mengangguk dan langsung berlari
menghampiri Kris yang masih berkutat dengan buku-buku tebal dihadapannya.
Perlahan ia mulai memindahkan buku-buku itu dan meletakkan sebuah kotak bekal
disana.
“Makanlah, jangan terlalu tegang”
“Sica kumohon pergilah, aku harus belajar”
“Bisakah kau santai sedikit? Jika kau tegang,
semuanya tidak akan berjalan sesuai keinginanmu”
“Kau tau sendiri kan aku
ingin ikut olimpiade ini? Jadi aku tidak ingin buang-buang waktu hanya untuk
mendengar nasihatmu” bentak Kris yang langsung meninggalkan kekasihnya.
***
Jessica masih setia
memberikan makan siangnya untuk Kris, walaupun ia harus mendapat perlakuan kasar
dari Kris seperti kemarin. Ia tidak keberatan meski Kris terus-menerus
membentak, mengusir, atau bahkan memukulnya agar ia mau menjauh. Yang ia
pedulikan hanyalah kesehatan Kris yang akhir-akhir ini semakin menurun.
“Jessica, sudah kubilang kan jangan pernah
menggangguku”
“Aku mengganggumu karena kau tidak mempedulikan
kesehatanmu. Kau harus makan sekarang juga” bentakan Jessica membuat
teman-temannya berpaling, mereka tidak menyangka gadis seperti Jessica mampu
membentak kekasihnya seperti itu.
“Dengar, yang kubutuhkan sekarang adalah waktu
untuk belajar, bukan makanan, oke?”
“Kris”
“Pergilah, aku tidak ingin melihatmu lagi. Aku
tidak ingin nasibku sama sepertimu, kalah sebelum kompetisi dimulai” gumam
Kris.
Tapi seberapa pelan pun
suara Kris, Jessica masih bisa mendengarnya dengan jelas. Tanpa pikir panjang,
ia pun segera berlari menjauh dari kelas itu. Sesekali ia menyeka air matanya
dengan kasar, air mata yang sepertinya enggan untuk berhenti mengalir.
“Aku memang payah, kalah
sebelum bertanding” gumamnya ditengah isakan yang memecah kesunyian taman.
“Baiklah, aku akan pergi”
***
Kris kembali berkutat
dengan buku-bukunya, membolak-balik tiap halamannya sampai terlihat lusuh.
Sedikit ada yang mengganjal di hatinya. Jessica, kekasihnya itu kini tak pernah
terlihat lagi setelah pertengkaran tempo hari. Mungkin dia sudah bosan,
batinnya.
“Aku berangkat, do'akan
aku ya” ucapnya pada laki-laki dengan lingkaran hitam di sekitar matanya.
“Sica?”
“Tidak perlu, aku khawatir
dia akan bertindak aneh lagi” jawab Kris yang langsung berlari meninggalkan
temannya itu, laki-laki yang tengah menggenggam selembar kertas yang baru saja
ia ambil dari sebuah rumah sakit.
Setelah berkutat dengan
soal-soal yang menurutnya mudah itu, Kris segera kembali ke sekolah dan menemui
kekasihnya.
“Dimana Jessica?”
“Sudah tiga hari ini dia
tidak masuk” jawab seorang siswi yang menurut nametag-nya bernama Tiffany.
“Bisa kita bicara
sebentar?” tanya laki-laki pemilik lingkar hitam di sekitar matanya. Tanpa
menunggu jawaban dari Kris, siswa pindahan dari China bernama Zitao itu segera
menarik lengan Kris dan membawanya ke kelas mereka.
“Sepertinya salah satu
alasan kenapa Jessica menghilang adalah karena sikapmu yang sudah keterlaluan”
Kris mulai mengerutkan keningnya dan terus menatap laki-laki yang lebih muda
darinya itu. “Kau ingat beberapa hari yang lalu saat kau bilang dia kalah
sebelum kompetisi dimulai? Kau tahu alasannya kenapa dia bisa begitu?” Kris
hanya menggeleng pelan. “Dia tahu kau ingin ikut olimpiade ini, dan yang lebih
penting lagi, dia tahu kalau dia adalah saingan terberatmu di sekolah ini”
“Tapi. . .”
“Jangan tanya apapun
karena aku mengetahuinya dari guru BP. Kuharap itu cukup membuatmu sadar. Dan
satu lagi” Zitao langsung beranjak dari tempat duduknya setelah menyerahkan
kertas yang sedari tadi berada dalam genggamannya.
“Leukemia?” batinnya.
“Kris, hasilnya sudah
keluar” Kris terlonjak menyadari seseorang telah berdiri disampingnya, ia pun
segera mengambil sebuah amplop coklat dari tangan gurunya itu.
“Apa itu?” tanya Pak Lee
sambil menunjuk benda yang baru saja masuk kedalam saku Kris.
“Bukan, bukan apa-apa”
Ia berusaha membaca dengan
teliti, mengulangi kata demi kata dengan seksama. Dan kali ini ia yakin,
seberapa banyak pun ia mencoba membacanya lagi, hasilnya tetap menyatakan bahwa
ia tidak lolos.
“Inilah hasil dari
keteganganmu, hitunganmu sudah benar, tapi di lembar jawaban kau banyak
melakukan kesalahan”
***
Pagi datang lagi, namun
dua kata itu terus berputar-putar di otaknya, bahkan sosok Jessica yang telah
menghilang pun kini tiba-tiba muncul dan memberikan senyum termanisnya.
Kris langsung meraih
handphone nya dan menulis pesan dengan cepat.
“Temui aku di taman, ada
yang perlu kusampaikan” ia segera mengirim pesan itu walaupun ia tahu Jessica
tidak akan membalasnya. Kris langsung meraih jaket kesayangannya. Tak lupa ia
membeli seikat bunga kesukaan Jessica dan ia selipkan secarik kertas berisi
permintaan maaf disana.
“Aku tidak peduli kau akan
datang atau tidak, aku akan tetap menunggumu” gumamnya.
Dinginnya angin terus berusaha menembus kulit, namun semilirnya dengan ramah membelai lembut dedaunan di taman yang telah sepi itu. Kris terus melangkahkan kakinya menghampiri bangku taman yang biasa ia tempati bersama Jessica, kekasihnya.
Tiba-tiba tetesan air
mulai jatuh ke bumi, tepat saat Jessica telah berdiri dihadapan Kris. Lagi-lagi
ia hanya tersenyum, senyuman termanis yang tidak pernah ia tunjukkan pada orang
lain selain Kris.
“Aku minta maaf atas
keegoisanku. Aku memang jahat karena tidak menyadari perasaanmu, bahkan aku
tidak percaya kenapa aku bisa seegois ini”
Kris diam dan mulai
menebak-nebak bagaimana reaksi Jessica setelah mendengar permintaan maafnya.
Tapi gadis yang berdiri didepannya itu hanya menunduk dan mulai menangis.
“Kupikir saat kau pergi
semuanya akan baik-baik saja, tapi ternyata aku salah, aku telah menyia-nyiakan
orang yang yang tulus mencintaiku. Bahkan sekarang aku tidak tahu bagaimana
caranya berterima kasih karena kau telah mencintaiku”
Hujan mulai reda, Jessica
pun mendongak memandang Kris yang masih menatapnya. Terlihat sebuah penyesalan
terpancar di wajah tampannya yang sendu.
“Aku berjanji akan
mengubah sikapku” Jessica hanya mengangguk dan perlahan-lahan sosoknya pun
mulai menghilang seiring dengan hujan yang telah reda.
Kris tersenyum, ia sadar ia tidak akan pernah
melihat Jessica lagi. Bahkan hujan malam ini telah membuatnya mengingat
saat-saat paling menyedihkan dalam hidupnya, saat-saat dimana ia harus
menumpahkan seluruh air matanya di tempat dimana Jessica telah tertidur dengan
tenang untuk selamanya.
=============================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar